Reformasirakyatindonesia.com - Jakarta | Menurut QS World University Rankings (WUR), pada tahun 2021 Universitas Gadjah Mada (UGM) berada di peringkat 254 dunia. Posisi ini tetap bertahan di tahun 2022. Namun demikian, pada tahun 2022 ini UGM menjelema menjadi universitas terbaik di Indonesia.
Tahun berikutnya, 2023, UGM berada di peringkat 231 dunia. Suatu peningkatan yang membanggakan dari tahun sebelumnya. Sayangnya, pada 2024 terjadi kemunduran; mundur ke posisi sebelum 2021 yakni di peringkat 263. Bersyukur, tahun 2025 saat ini UGM bangkit lagi ke peringkat 239.
Kita lihat bahwa dalam perjalanan selama 5 tahun terakhir, secara umum UGM telah tampil sebagai representasi kecerdasan intelektual bangsa di arena global intellectual racing (GIR). Memang harus kita akui bahwa sejauh ini bangsa Indonesia belum mampu menjadi peserta terpandang dalam GIR. Namun, data di atas telah menunjukkan posisi bangsa yang sejauh ini dapat diraih. Walau bagaimanapun raihan ini patut disyukuri. Itulah tingkat kecemerlangan bangsa.
Sungguh berat tugas para pengurus UGM, dari mulai Rektor s/d penyapu ruangan, untuk sekadar mempertahankan posisi itu. Dan sungguh lebih berat lagi untuk meningkatkan posisi di GIR. Bahkan, kalau para pengurus pengambil kebijakan/keputusan di UGM tidak hati-hati, UGM bisa dengan mudah terjerembab dan terlempar keluar dari arena GIR.
Seiring gencarnya pemberitaan tentang tuntutan masyarakat berkaitan dengan keaslian/ketidakaslian ijazah atas nama seorang mantan Presiden, saya sebagai mantan assessor WUR terus terang sangat prihatin dan mengkhawatirkan reputasi UGM di mata internasional. Reputasi UGM adalah reputasi intelektual bangsa.
Kita semua faham bahwa di mata internasional Perguruan Tinggi (PT) adalah House of Wisdom. Ia adalah satu-satunya institusi formal di seluruh dunia yang bertindak sebagai Guardian of Values. What values? Tentu saja, tidak lain adalah ... Human values...! PT bukan hanya guardian of academic values. Ia juga bukan hanya guardian of scientific values.
Oleh karena itu, dalam menghadapi tuntutan masyarakat tersebut di atas, UGM dituntut memberikan solusi terbaik bagi bangsa dengan cara yang menampilkan wajah sebagai House of Wisdom dan wajah sebagai Gurdian of Vales. Dengan kata lain UGM harus (1) wise, dan (2) menunjukkan wibawanya sebagai Guardian of Values.
Sekali saja UGM tidak wise dan tidak berhasil memainkan peran sebagai Guardian of Values dalam mengatasi masalah itu, maka reputasi UGM yang diukir sejak sekian lama dan dengan cucuran keringat dan darah akan rontok seketika.
Saya turut berdoa semoga, dengan ijin Allah, UGM mampu mempersembahkan solusi terbaik bagi bangsa. Amin. Insya Allah!
Maman A. Djauhari (Pensiun dari ITB tahun 2009).
Ketua Majelis Guru Besar ITB, 2007-2008
Posting Komentar untuk "UGM: Pertaruhan Reputasi Bangsa"