Reformasirakyatindonesia. com - Jakarta, — Gerakan Nurani Bangsa kembali menyampaikan pesan kebangsaan pada Rabu (3/9/2025) sore, pukul 15.30–17.00 WIB, bertempat di Rumah Pergerakan, Griya Gus Dur, Jalan Taman Amir Hamzah No. 8, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Hadir dalam pertemuan ini sejumlah tokoh lintas agama, akademisi, dan aktivis terkemuka, antara lain Nyai Shinta Abdurrahman Wahid, M. Quraish Shihab, Ignatius Kardinal Suharyo, Pdt Gomar Gultom, Prof. Frans Magnis-Suseno SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Laode M. Syarif, Ery Seda, A. Setyo Wibowo SJ, Lukman Hakim Saifuddin, dan Alissa Q. Wahid.
Pertemuan ini merupakan kali kelima Gerakan Nurani Bangsa menyampaikan pesan moral kepada bangsa sejak 2024. Kali ini, pesan secara khusus ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto selaku kepala negara dan kepala pemerintahan, menyusul meningkatnya gelombang ketidakpercayaan publik dan maraknya aksi protes yang berujung kekerasan.
Kritik atas Kekerasan dan Hilangnya Kepercayaan
Dalam pesannya, para tokoh menyoroti praktik kekerasan aparat dalam menghadapi demonstrasi, penjarahan dan pembakaran gedung-gedung pemerintah di berbagai daerah, serta kemarahan rakyat yang semakin meluas.
"Kemanusiaan harus menjadi landasan utama dalam setiap kebijakan negara. Kekerasan aparat hanya akan memperdalam luka dan menambah hilangnya kepercayaan rakyat,” ujar Pdt Gomar Gultom.
Para tokoh menegaskan, akar persoalan bukanlah aksi-aksi anarkis semata, melainkan hilangnya kepercayaan rakyat terhadap elite politik, aparat hukum, serta lembaga negara. Mereka menyebut kepercayaan itu ibarat oksigen: ketika hilang, masyarakat akan “kehabisan nafas”.
Fenomena 17+8 dan Gelombang Aspirasi Digital
Salah satu sorotan utama adalah munculnya gerakan 17+8, yang digagas anak-anak muda melalui media sosial. Angka “17” merujuk pada 17 Agustus, sementara “8” dikaitkan dengan nomor Presiden Prabowo pada Pemilu 2024. Gerakan ini menyalurkan delapan aspirasi utama rakyat yang berkembang luas dan mendapat dukungan massif di ruang digital.
Tokoh Gerakan Nurani Bangsa menilai 17+8 sebagai tanda penting: rakyat, terutama generasi muda, kini menemukan saluran politik baru melalui media sosial, setelah sebelumnya muncul fenomena “Garuda Biru” pada Agustus 2024.
"Jika pemerintah tidak belajar dari dua momentum digital ini, berarti abai terhadap tanda-tanda zaman. Media sosial kini bukan hanya ruang ekspresi, melainkan ruang konsolidasi politik nyata,” tegas Prof. Frans Magnis-Suseno.
Sistem Lebih Penting dari Figur
Beberapa tokoh juga menekankan pentingnya reformasi sistem ketatanegaraan. Menurut mereka, siapapun presiden, ketua DPR, atau ketua Mahkamah Agung, tidak akan mampu membawa perubahan bila sistem tetap korup dan manipulatif.
"Kita jangan terjebak pada politik pencitraan. Yang dibutuhkan adalah perbaikan sistem yang adil, transparan, dan tidak koruptif. Tanpa itu, siapapun yang berkuasa akan sulit mewujudkan Indonesia yang berpihak kepada rakyat,” ujar Lukman Hakim Saifuddin.
Tiga Tuntutan kepada Presiden
Gerakan Nurani Bangsa kemudian menyampaikan tiga tuntutan pokok kepada Presiden Prabowo:
1. Aspirasi rakyat harus ditanggapi secara terbuka, bukan diabaikan.
2. Sampaikan progres nyata: apa yang bisa segera dilaksanakan, apa yang masih dikaji, dan apa yang memang belum bisa dilakukan.
3. Bangun komunikasi jujur: pemerintah wajib menjelaskan proses kebijakan agar rakyat tidak merasa ditinggalkan.
Peringatan Moral: Kekuasaan untuk Melayani
Pertemuan ditutup dengan pengingat etis mengenai makna kekuasaan.
"Kekuasaan bukan untuk memperkaya diri atau kelompok. Kekuasaan itu sah hanya bila digunakan untuk melayani rakyat,” ujar Romo A. Setyo Wibowo SJ menutup sesi pernyataan.
Pesan kebangsaan ini menjadi seruan moral agar pemerintah tidak menutup telinga terhadap gelombang aspirasi rakyat. Di tengah ketidakpastian politik dan sosial, jawaban konkret dari Presiden dinilai sangat penting untuk meredakan ketegangan dan mengembalikan kepercayaan publik.
Red/TS
Posting Komentar untuk "Gerakan Nurani Bangsa Serukan Pesan Kebangsaan: Pemerintah Harus Dengarkan Aspirasi Rakyat"