Menurut Puan, seiring berkembangnya teknologi dan media sosial, kritik dari masyarakat kini hadir dalam bentuk-bentuk yang lebih kreatif dan komunikatif. Media sosial telah menjadi corong utama aspirasi rakyat, yang menggunakan bahasa, simbol, dan humor khas generasi masa kini. Ia menyebut beberapa contoh ungkapan yang populer sebagai bentuk kritik, seperti “kabur aja dulu”, “Indonesia Gelap”, “negara Konoha”, hingga penggunaan simbol seperti “bendera One Piece”.
“Ungkapan tersebut menyebar luas di ruang digital dan menunjukkan bahwa aspirasi rakyat kini disampaikan dengan bahasa zaman mereka sendiri,” ujar Puan dalam pidatonya. Ia menambahkan bahwa pemegang kekuasaan tidak boleh menyepelekan pesan yang disampaikan rakyat, karena setiap kata, simbol, dan ekspresi menyimpan makna dan keresahan yang nyata.
Puan menekankan bahwa kritik dari rakyat harus diterima sebagai bentuk partisipasi demokratis, bukan ancaman. “Di balik setiap kata ada pesan. Di balik pesan ada keresahan. Dan di balik keresahan itu ada harapan,” ungkapnya. Ia mengajak semua pihak untuk bersikap bijak dan terbuka dalam menyikapi aspirasi publik.
Sebagai Ketua DPR RI, Puan mengimbau wakil rakyat dan pemerintah agar tidak hanya mendengar, tetapi juga memahami isi kritik yang disampaikan oleh masyarakat. Menurutnya, kebijaksanaan diperlukan untuk merespons kritik secara konstruktif dan menjadikannya bahan refleksi dalam menjalankan amanat rakyat.
Menutup pidatonya, Puan Maharani menegaskan bahwa kritik tidak boleh menjadi alat untuk menyulut kekerasan atau kebencian. “Kritik bukan alat untuk menghancurkan etika, moral, dan kemanusiaan. Kritik harus disampaikan dan disikapi dalam semangat menjaga persatuan dan persaudaraan bangsa,” tandasnya.
Red. DM

Posting Komentar untuk "Ketua DPR RI Puan Maharani: Rakyat Harus Diberi Ruang Luas untuk Menyampaikan Kritik"